Di era serba digital ini, kemudahan mengakses terjemahan dan referensi seringkali membuat keterampilan tradisional seperti Hafalan Al-Qur’an (Tahfiz) dan Seni Bacaan Al-Qur’an (Qira’at) dianggap kurang relevan. Namun, bagi seorang cendekiawan Al-Qur’an dan Tafsir, penguasaan kedua fondasi ini adalah mutlak dan tak tergantikan.
Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) ASH secara konsisten menekankan bahwa seorang Mufassir (Ahli Tafsir) yang sejati harus memulai perjalanannya dengan menguasai teks itu sendiri. Penguasaan Tahfiz dan Qira’at bukan sekadar tradisi, tetapi metodologi primer untuk memahami kedalaman makna Al-Qur’an.
1. Tahfiz sebagai Kunci Analisis Tafsir
Hafalan yang kuat memberikan keunggulan kritis dalam studi Tafsir:
- Kesinambungan Ayat (Munasabah): Hafiz Al-Qur’an mampu menghubungkan ayat-ayat yang tersebar (tawazi’) atau memahami hubungan (munasabah) antara satu surah dengan surah lainnya, atau satu ayat dengan ayat berikutnya. Memahami kesinambungan ini sangat esensial untuk menemukan makna holistik.
- Akses Referensi Cepat: Seorang Mufassir yang hafal tidak perlu mencari referensi manual saat menemukan masalah Tafsir. Ayat dan konteksnya akan hadir secara spontan dalam pikiran, mempercepat proses istinbath (penggalian hukum) dan perumusan pandangan.
- Tafsir dengan Tafsir (Tafsir bil Qur’an): Metode terbaik dalam Tafsir adalah menjelaskan satu ayat dengan ayat lain. Kemampuan ini hanya bisa dilakukan secara optimal oleh mereka yang hafal keseluruhan Al-Qur’an.
2. Qira’at sebagai Pintu Kekayaan Makna
Disiplin Qira’at Sab’ah (Tujuh Jenis Bacaan) mengungkap dimensi makna yang berbeda dari teks yang sama:
- Variasi Hukum dan Makna: Perbedaan qira’at pada satu kata dapat menghasilkan perbedaan makna, bahkan hukum (ahkam) dalam Fikih. Contoh klasik adalah qira’at dalam ayat wudu yang menentukan cara membasuh kaki.
- Fleksibilitas Syariah: Memahami qira’at mengajarkan fleksibilitas dan keluasan Syariah. Seorang Mufassir yang menguasai qira’at tidak akan terjebak dalam satu penafsiran tunggal, melainkan dapat melihat berbagai kemungkinan makna yang sah.
- Keindahan Linguistik: Qira’at membuka mata terhadap kekayaan tata bahasa Arab (Nahwu dan Sharaf) dan keindahan bahasa Al-Qur’an yang tidak tertandingi.
3. Integrasi dalam Penelitian Kontemporer
Di STIQ ASH, Tahfiz dan Qira’at diintegrasikan ke dalam penelitian modern:
- Penelitian Linguistik: Mahasiswa menggunakan ilmu Qira’at untuk menganalisis struktur bahasa Al-Qur’an dalam kaitannya dengan perkembangan linguistik modern.
- Aplikasi Qira’at dalam Dakwah: Menggunakan variasi bacaan Al-Qur’an untuk memperkaya khazanah dakwah dan seni bacaan di masyarakat.
STIQ ASH memastikan bahwa lulusannya adalah cendekiawan yang kuat dalam fondasi tradisional, tetapi tetap mampu berbicara dalam bahasa ilmu pengetahuan kontemporer.


Leave a Reply